Blog Gue - Takdir telah menggariskan Sanwar terlahir dengan kondisi kaki yang tak berfungsi normar, kedua kakinya tidak bisa diluruskan apalagi untuk menyanggah tubuhnya berdiri. Namun kondisi fisik yang tak sempurna tak akan bisa memadamkan semangat hidup seorang Sanwar, tak rela hidupnya menjadi beban bagi orang lain. Sibungsu Yoga baru berusia 5 tahun kemanapun Sanwar pergi ia selalu mengikuti, Sanwar berusaha mencari rezeki diantara belantara hutan di Mojokerto Jawa Timur ini.




Akar atau "Oyot bambu ini" bisa menjadi barang sederhana yang mendatangkan uang. Akar bambu ini akan dirubah menjadi sebuah "uleken", di usianya yang menginjak 56 tahun hidupnya bersanda pada pekerjaan seperti ini. Ia berjalan dan melakukan segala macam pekerjaan dengan cara berjongkok, dengan kondisi seperti ini Sanwar juga tak bisa berjalan lebih dari 10 meter. Kakinya terasa sakit dan ngilu hingga membuatnya demam, kondisi fisik yang seperti ini bagi sebagian orang barang kali sudah cukup menjadi alasan untuk merasa rendah diri atau berpasrah meminta belas kasih orang lain. Tidak bagi Sanwar, ia tak rela membiarkan hidupnya menjadi "benalu" tanggung jawabnya sebagai suami dan seorang ayah mengalahkan rasa rendah dirinya. Ia mencari cara untuk tetap bekerja semampu yang ia bisa, meskipun itu berarti ia harus berusaha lebih keras dari kebanyakan orang. Pekerjaan seperti ini pun tidak bisa dibilang mudah ia harus mengeluarkan sekuat tenaga yang ia punya, untuk mengangkat akar bambu yang menancap kuat pada tanah.
Biasanya ulekan terbuat dari batu tapi oyot bambu ternyata juga bisa, menjadi bahan pembuat ulek-ulek.


         Tak seperti kayu dari batang pohon oyot bambu lebih keras dan tahan goresan, sehingga membuatnya awet konon hasil ulekannya pun lebih cepat dan lebih halus. Itulah sebabnya Sanwar bersikerap tetap memakai Oyot bambu sebagai bahan dasar ulekan buatan tangannya, meskipun untuk mengambil oyet bambu tidaklah mudah. Untuk mengambil satu akar bambu Sanwar bahkan membutuhkan waktu hingga setengah jam lamanya terlebih oyot yang hendak diambilnya telah berumur tua dan memiliki akar serabut yang mencengkram tanah. Namun justru oyot yang seperti ini lah yang paling baik, lantaran kekuatan dan kadar airnya sangat sedikit. Keberadaan Yoga sebetulnya juga tidak terlalu banyak membantu, namun bekerja ditemani Yoga membuat Sanwar merasa terhibur.
        Yoga yang masih duduk dibangku sekolah dasar selalu menyempatkan diri menemani sang ayah sebelum waktu sekolah tiba. Dalam sehari tak banyak oyot yang bisa dibawa Sanwar hanya empat dan enam bongkahan oyet, ia tak bisa leluasa bergerak dengan posisi yang nyaris selalu berjongkok,selain itu Sanwar juga cepat merasa lelah. Beruntung jarak pohon kebun bambu dan rumah mereka tidaklah jauh,hingga Yoga dapat membawa oyot semampunya. Setidaknya tiga tahun belakangan ini Sanwar sudah membuat ulek-ulek secara rutin, membuat ulekan tak sesulit mengambil bahannya.



Bentuknya yang sederhana membuat Sanwar tak memerluka banyak waktu untuk menyelesaikan satu buah ulek-ulek. Lekukkan ulek-ulek juga tinggal mengikuti bentuk alam oyot bambu yang memang sudah melengkung, hanya tenaga sajalah modal terberat yang harus Sanwar keluarkan. Menyadari kekurangan fisiknya Sanwar berusaha menggali seluruh kemampuan yang dimilikinya, siapa tahu tuhan memberinya kelebihan pada hal yang lain. Terbukti selain membuat ulek-ulek Sanwar juga bisa membuat berbagai macam kerajinan, berbagai alat-alat rumah tangga seperti kursi,meja dan keranjang anyaman bisa ia kerjakan. Hanya saja karena ketiadaan modal ia tidak bisa mengembangkan kebisaannya, sesekali saja orang yang percaya pada kemampuannya memesan perabot yang dibutuhkan. Biasanya upah yang diterima pun sangat minim lantaran bahan-bahannya dipasok sipemesan. Membuat ulek-ulek seolah menjadi solusi bagi Sanwar, modal yang minim dan proses pengerjaan yang cepat menjadi alasan Sanwar tetap mengerjakannya. Satu buah ulek-ulek ini nantinya akan ia jual seharga lima ribu rupiah, namun karena ulek-ulek ini adalah benda yang tak cepat habis tak setiap hari juga Sanwar bisa menjual ulek-ulek buatannya. Semisal ada hajatan saja ulekan.
        Sanwar bisa diborong habis karenanya setiap hari Sanwar tetap membuat ulek-ulek meskipun stok yang masih ada belum juga terjual. Uang yang dihasilkan nantinya akan dipakai untuk membayar listrik dan kebutuhan sekolah sikecil Yoga, sedangkan untuk makan biasanya Sanwar sekeluarga hanya memanfaatkan dari tanaman yang tumbuh disekitar tempat tinggal mereka,sayang empat hari sudah tak satupun dari ulek-ulek ini laku terjual. Tiga ribu rupiah bagi Sanwar nilainya bisa lebih besar dari sekedar angka, ini adalah hasil dari usaha kerasnya. Bukti tanggung jawabnya pada keluarga meski kondisi fisik membatasi, Sanwar dan istrinya Saromah tentu tidak mau berhenti hanya sampai membuat ulek-ulek saja. Kehidupan terbentang didepan mata sang anak Yoga masih membutuhkan banyak biaya untuk sekolahnya.
          Tali tampar ini adalah bukti kekerasan tekad Sanwar ia mencoba mencari jalan keluar manakala ulekan buatannya tak laku, masih ada barang lain yang bisa ia perdagangkan tali tampar ini terbuat dari karung plastik bekas yang diurai setiap seratnya untuk dililit menjadi tali.

          
Satu utas tali bisa dijual seharga lima belas ribu rupiah, namun tidak seperti membuat ulek-ulek. Membuat tali tampar membutuhkan waktu yang cukup lama terutama saat mengurainya, satu karung besar ini memerlukan waktu dua hari untuk diurai hingga dilepas semua seratnya. Setidaknya mereka berusaha ditengah kondisi mepet tanpa modal dan keterbatasan fisik.
         Hidup dipedesaan binatang ternak masih mudah ditemukan inilah yang jadi peluang bagi Sanwar, tak setiap hari pemilik ternak perlu mengganti tali bagi hewan peliharaannya. Namun atas usahanya tuhan selalu membuka jalan bagi Sanwar, setidaknya dua kali dalam seminggu tapi tampar buatannya dibeli pemilik ternak. Saromah bersyukur seharian ini satu ulek-ulek dan satu tali tampar telah terjual uang delapan belas ribu sehari adalah jumlah yang besar bagi keluarga ini, karena tak jarang mereka hanya mengantongi lima ribu perhari atau bahkan tidak sama sekali. Hari ini Yoga bisa sekolah dengan tenang ia tak perlu khawatir ditegur pihak sekolah lantara uang buku yang belum juga dibayarkan orang tuanya.


          Rumah peninggalan orang tua Sanwar ini telah lama tidak pernah diperbaiki bukan hanya atapnya saja yang bocor dimana-mana dindingnya pun penuh dengan tambalan Sanwar terbiasa memperbaiki seadanya kerusakan dirumah, meskipun itu harus memanjat.


Sanwar tak pernah takut terjatuh ia hanya perlu berhati-hati saja dan membuang pikiran buruk yang menakutkan.
          Memanfaatkan tanaman yang tumbuh disekitar rumah adalah cara Saromah agar keluarganya tetap bisa makan tanpa perlu mengeluarkan uang hanya beras saja yang rutin ia beli dari jatah RASKIN yang datang sebulan dua kali untuk lauknya 


Saromah biasa memetik dari apa yang ia tanam dilahan samping rumah. Penghasilan yang tak menentu membuat keluarga ini terbiasa makan seadanya daun ubi pun menjadi lauk yang lezat ditengah himpitan keadaan. Hampir 20 tahun lamanya Saromah mendampingi Sanwar ia sadar benar dengan kondisi suaminya yang penuh keterbatasan jalan hidup yang sudah dipilih tak pernah disesali, tanpa pernah mengeluh ia selalu berdo'a agar sang suami tetap diberi ketegaran dalam kondisi yang tak sempurna.
         Satu hal yang sering membuat Saromah merasa sedih sang suami tak bisa pergi jauh dari rumah, sering kali Sanwar kesulitan pergi ke Masjid untuk menunaikan shalat jum'at atau menghadiri undangan lain didesa.

Nasi jagung dan tumisan daun ubi memang bukan menu yang mewah namun keikhlasan merekalah yang membuat setiap.
          Nasi jagung dan tumisan daun ubi memang bukan menu yang mewah namun keikhlasan merekalah yang membuat setiapsesuap nasi menjadi begitu nikmat, bahkan sikecil Yoga pun tak pernah mengeluh dengan apa yang disajikan sang ibu ia bisa makan dengan lahap,


Sanwar sangat bersyukur menyaksikan sang anak tumbuh sehat dan normal baginya ini sudah lebih dari cukup. Dalam syukurnya Sanwar tetap berharap kelak tuhan akan mengangkat hajat hidup keluarganya, memberikan kemudahan agar anaknya bisa merasakan sekolah hingga tingkat atas agar sang anak bisa merasakan hidup yang lebih baik, tak seperti dirinya yang hidup sebagai orang pinggiran.

Tinggalkan Komentar Anda Disini

    Followers

    Tukar Link